19 Maret 2019
Why do we hate people and How to
stop feeling it
Entah akhir-akhir ini karena
sedang dilanda ketidakstabilan emosi yang disebabkan oleh hormon-hormon
kehamilan ataukah memang sejak dahulu kala seperti ini, saya menjadi seakan
lebih mudah untuk tidak menyukai bahkan membenci orang lain. Saya bisa merasa
terganggu hanya dengan hal-hal yang sangat sepele, layaknya melihat penampilan
orang lain yang tidak rapi. Meski di lain sisi saya sangat menyadari bahwa
kemungkinan besar akan ada orang lain yang juga merasa terganggu dengan
penampilan saya, mengingat selera akan kerapian setiap manusia di bumi ini
berbeda!
Iya berbeda. Perbedaan memang
adalah hal yang menyenangkan, indah, menarik, dan hal positif lainnya yang
dapat disematkan di dalamnya. Namun bagaikan koin yang memiliki dua sisi,
perbedaan juga memiliki banyak sisi negatif, terutama untuk jiwa-jiwa yang
belum dewasa, yang belum mengerti sepenuhnya keistimewaan dari perbedaan,
sehingga alih-alih senang, seringkali rasa jengkel yang datang menyelimuti.
Ketidakdewasaan ini dapat
menyebabkan banyak hal, mulai dari hal sepele layaknya hati yang merasa sangat
jengkel tapi tetap tidak melakukan apa pun, bahkan sampai ke yang ekstrim
layaknya kejadian terror penembakan Masjid Cristchurch di New Zealand pada 15
Maret 2019 lalu. Mengerikan ? Iya.
Ketidakdewasaan yang mengerikan
ini disebabkan oleh kurangnya pengetahuan dan pendidikan, terutama mengenai
bagaimana caranya bersikap terhadap orang lain. Saya adalah anak di zaman 90-an
yang semasa SD-nya masih memiliki pelajaran Budi Pekerti. Dahulu buku dan guru
mengajari saya bahwa kepentingan orang lain harus lebih didahulukan daripada
kepentingan sendiri. Tidak boleh mengganggu orang lain, serta harus selalu
menghormati orang lain. Tapi sekarang sepertinya hal ini bergeser, alih-alih
hormati dan dahulukan orang lain, tagline-nya berubah menjadi “terserah gue
dong”, “bodo amat”, “yang penting gue seneng”, “jadi diri lo sendiri”, dan
banyak hal lainnya yang terkesan tidak peduli dengan keadaan sekitar. Padahal
budaya seperti ini adalah budaya yang membuat kita merasa kesepian, mengapa ?
“Terserah gue dong”, “bodo amat”,
“yang penting gue seneng”, “jadi diri lo sendiri”, dan banyak hal lainnya yang
terkesan tidak peduli dengan keadaan sekitar.
Sering ga sih denger orang
bilang, yah TERSERAH GUE DONG, hidup-hidup gue, ngapain lo yang ribet ?
Saya dan dengan ketidakdewasaan saya sangat jengkel dengan hal ini, pun saya
sadar bahwa saya juga termasuk ke dalam salah satunya. Begini, ini memang hidup
anda, dan anda boleh melakukan hal apa-pun terhadapnya, asalkan anda tidak
merusak/mendzalimi diri anda sendiri dan orang lain.
Yang mudah dulu yah, tidak
mendzalimi orang lain. Hidup ini tentu saja tidak hitam dan putih, tapi berwarna,
ada banyak sekali warna. Karena warna-warna ini lah, seringkali berbagai hal di
dunia ini memiliki sisi positif dan negatifnya masing-masing. Dan kita sebagai
manusia yang berakal dan berpikir, dituntut untuk mengevaluasi berbagai hal,
menimbang apakah hal yang akan kita lakukan lebih banyak positifnya atau
negatifnya.
Contoh paling sederhana adalah merokok. Perokok memiliki banyak
dalih positif mengenai tindakannya, entah itu membantu pemasukan negara dengan
pajak, pun bahkan rokok dapat membantunya dalam berpikir dan bergaul. Di lain
sisi, perokok sangat merugikan orang lain, mengingat perokok pasif akan lebih
berbahaya dibandingkan dengan perokok aktif. Apalagi dengan perokok-perokok
yang sangat amat dzalim, seperti :
- Perokok
dzalim yang merokok saat mengendarai sepeda motor. Bayangkan orang-orang yang
sudah harus bermacetan di jalan, harus berdamai pula dengan asap rokok bau yang
mereka keluarkan. Belum lagi puntung rokok yang mereka buang seringkali
mengenai tangan pengendara motor lainnya. Dzalim, sangat dzalim.
- Perokok
dzalim yang merokok sambil berjalan. Tahukah anda bahwa ada orang-orang hamil
seperti saya yang bahkan mencium bau parfum saja bisa mual, bagaimana dengan
bau rokok anda ? Itu sangat menjijikan. Belum lagi hal buruk yang disebabkan
rokok.
Contoh ini sangat amat merugikan
orang lain. Dan bagaimana bisa anda tidak peduli dengan keburukan dan kezaliman
yang anda lakukan terhadap orang lain ? Mengapa ? Bukankah sedari kecil kita
diajari untuk tidak memukul orang lain karena ketika dipukul rasanya
menyakitkan ? Apakah masih dilakukan karena anda tidak dapat merasakan
penderitaan orang lain yang merasakannya ?
Yah, bisa dengan alasan terakhir.
Bagi perokok, merokok nikmat, bagi yang tidak dan ingin sehat, merokok
menjijikkan. Karena manusia memang seringkali berpikir mengenai diri mereka
sendiri, tanpa mempedulikan penderitaan orang lain.
Bahkan merokok akan mendzalimi
dirinya sendiri, karena itu akan merusak kesehatannya bukan ? Bukankah itu
sudah jelas ditulis di setiap bungkus rokok, MEROKOK MEMBUNUHMU ! Tapi bagi
perokok, tagline mereka adalah “BODO AMAT”.
“YANG PENTING GUE SENENG”.
Walau itu Cuma sesaat. Percaya sama saya, hal-hal yang dilakukan dengan
kesenangan-kesenangan di awal, seringkali berakhir dengan kesulitan-kesulitan
di akhir. Bukan hanya merokok, tapi juga hal-hal buruk dan zalim yang
seringkali kita lakukan ke diri kita sendiri dan orang lain. Kenapa ? Karena
manusia adalah makhluk sempurna, ia punya akal, hati, dan hawa nafsu. Ketiga
hal ini harus berimbang, untuk menciptakan kehidupan yang berimbang juga.
Percaya sama saya, fitrah manusia
itu adalah untuk beribadah kepada Allah swt bagi yang mengimani Islam. Dan bagi
seluruh umat manusia, fitrah kita adalah membuat kebaikan di dunia. Itulah
mengapa seringkali ketika kita berbuat kebaikan kepada orang lain pun kepada
diri sendiri, rasa hampa di hati akan berkurang dan terus berkurang.
Dan itu dilakukan bukan dengan JADI
DIRI LO SENDIRI tanpa merubah dirimu ke arah yang lebih baik. Sama
sekali bukan. Pemahaman akan kedewasaan adalah pemahaman yang akan kita
pelajari seumur hidup kita. Dan karena pembelajaran tanpa henti itu lah yang
membuat hidup kita menarik, karena setiap detiknya kita belajar, dan dengan
bertambahnya pengetahuan dan pengalaman tersebut, kita tidak akan pernah
menjadi orang yang sama dengan diri kita tanpa pengetahuan. Karena kehampaan
hati hanya akan dirasakan ketika kita tidak maju, tapi diam. Seperti yang
dinyatakan oleh Cairil Anwar dengan lantang dalam puisinya yang berjudul “Aku” –
ketika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak.
Ingatlah, detak jam dinding hanya
bisa kau rasakan saat kau diam, bukan maju. Maka fokuskan diri kita untuk
menimba ilmu pengetahuan dan pendidikan terutama mengenai bagaimana caranya
bersikap terhadap orang lain, agar kita dewasa.
Karena ketika kita dewasa,
alih-alih berpikir “terserah gue dong”, “bodo amat”, “yang penting gue seneng”, “jadi diri
lo sendiri”, dan banyak hal lainnya yang terkesan tidak peduli dengan keadaan
sekitar, kita akan lebih berpikir kepada, “bagaimana
caranya supaya saya dapat bermanfaat bagi sesama?”