Leo Tolstoy
Stefen Zweig : The Living Thoughts of Tolstoy
Translation of the introductory Essay by Barrow
Mussey.
The selections are from Tolstoi’s works translated
by Nathan Haskell Dole, published by T. Y. Crowell Company, New York, 1899.
First premier printing, December 1960
Fawcett World Library, 67 West 44th
Street, New York 36, New York. USA.
Leo
Tolstoy merupakan pemikir dan penulis yang dianggap memiliki pengaruh besar
terhadap terciptanya Uni Soviet. Leo Tolstoy merupakan seseorang yang kaya dan
dipandang terhormat di masanya. Akan tetapi, di masa tuanya, ia mulai menyadari
berbagai hal buruk yang ia lakukan, ia mulai mencari Tuhan ! Pencariannya ini
ia tulis dalam bukunya, My Confession. Disini, ia menyadari bahwa ia telah
melakukan banyak kesalahan di masa hidupnya, bahwa ia sekarang merasa tidak
hidup. Ia mulai mempertanyakan pertanyaan filosofis seperti untuk apa aku hidup
dan mengapa ? Disini, Tolstoy mulai mencari Tuhan dan menemukan kenyamanan di
agama Kristen ortodoks. Selanjutnya Tolstoy menulis The Kingdom of God yang merupakan
kritik pedas terhadap zamannya. Tulisan-tulisan Tolstoy tidak berhenti sampai
disini, selanjutnya ia menulis War and Peace, Nicholas Bigstick, Three
Parables, King Asshardon, dan What Men Live By.
Pada
dasarnya, pemikiran Tolstoy terpusat kepada ajaran Kristen ortodoks yang
mengajarkan untuk berbuat baik terhadap sesama, melawan kejahatan dengan
kebaikan dan bukannya melawan kejahatan dengan kejahatan. Gandhi adalah salah
seorang yang berhasil menerapkan ajaran Tolstoy ketika Tolstoy sendiri di akhir
hayatnya mengakui bahwa ia tidak dapat melakukan doktrinnya sendiri. Menurut
saya, apa yang diajarkan oleh Tolstoy memang sangat radikal. Pertama kali saya
membaca buku ini, saya berpikir bahwa Tolstoy terlalu utopia, pemimpi ulung. Salah
satu pemikiran Tolstoy yang membuat saya frustasi adalah seruannya untuk tidak
menggunakan barang industry melainkan dengan membuat sendiri segala sesuatunya.
Tapi semakin saya membaca tulisannya, semakin saya terkesima akan kebenaran
pemikirannya, meski saya harus akui bahwa itu sulit layaknya dalam tulisan
Three Parables yang menggambarkan bagaimana orang yang mengatakan kebenaran
justru dicaci dan disiksa. Saya mengamini King Asshardon, dimana Tolstoy
menyatakan bahwa manusia pada dasarnya adalah satu, meski saya melihatnya dari
sudut pandang yang sedikit berbeda. Dalam King Asshardon, Tolstoy menggambarkan
bahwa apa yang kita lakukan pada orang lain sebenarnya kita lakukan terhadap
diri kita sendiri, karena manusia adalah satu. Saya melihat bahwa apa yang kita
lakukan kepada orang lain sebenarnya kita lakukan kepada diri kita sendiri
karena Allah SWT memberikan kita dosa dan pahala sebagai balasan dari tindakan
apa pun yang kita lakukan dan tidak kita lakukan.
Permasalahan mendasar
dari pemikiran Tolstoy adalah sulitnya menerapkan hal ini, terlebih secara
pasif (hal yang menurut saya kurang tepat untuk beberapa kondisi). Tolstoy
menyerukan untuk memperlakukan orang lain dengan setara, tanpa kelas, dengan
keadilan yang merata. Tolstoy melawan ketidakadilan. Namun, layaknya ia yang
baru menemukan pemikiran ini di masa senjanya, ada begitu banyak manusia yang
tidak mau untuk melakukan hal seperti ini karena terlalu nyaman dengan situasi
baik yang ada pada dirinya. Tentu saja yang mendukung pemikiran Tolstoy adalah
kaum papah yang miskin, yang akan diuntungkan dengan berlakunya pemikiran dan
ajakan Tolstoy, atau kaum intelektual yang menyadari akan hal ini. Tapi permasalahan
terbesar adalah ajaran Tolstoy bersifat pasif yang berarti memerlukan
pencerdasan menyeluruh terhadap masyarakat untuk menerapkan pemikiran Tolstoy. Disini,
tidak hanya memerlukan waktu yang sangat lama tapi juga hampir-hampir mustahil
karena pencerdasan menyeluruh akan dihalangi oleh system yang ada dan
keputusasaan karena waktu yang lama dari proses ini.