cerpen 1
Aku dengan tebal muka menyanyikan
lagu “The Day You Went Away”. Tidak mengapa pikirku, karena biar bagaimana, fakta
bahwa aku masih menyukainya adalah benar. Meski bahkan aku harus mengakui bahwa
lagu ini terlalu berlebihan, aku tidak ingat jam, menit, dan detik kami putus.
“Maybe it seems like the girl loves
the guy so much, but we do not know why he left her”
“Shit !”, umpatku dalam hati. Sayang
aku tidak berani untuk menyatakannya, karena biar bagaimana aku sedang dalam
situasi modus, aku mengharapkan dia kembali kepadaku. Biarlah, love me or hate
me, it will benefit me after all.
Hal yang menyebalkan dari situasi ini
adalah aku telah mati-matian membujuknya untuk kembali kepadaku dan segala hal
yang bisa ia lakukan adalah mengingat segala hal buruk yang pernah aku lakukan
kepadanya. Benar, itu adalah kesalahanku, dan aku mengakuinya. Tapi
bagaimanapun (maaf aku sering sekali menggunakan kata ini) aku telah
menyadarinya dan berjanji tidak akan mengulangi. Dan jelas bahwa aku masih ada
di kepalanya yang besar itu. Dia membenciku. Hal yang begitu aku syukuri.
“Hey”, Fabian, teman tak tahu malu
yang dibawanya mulai menyapaku. Sedari tadi ia menanyakan namaku pun tidak, dan
sekarang dia menyapaku dengan hey !
“Hey?”, jawabku sambil berusaha
tersenyum manis. Bagaimana pun ia adalah temannya. Teman si bangsat yang aku
cintai, yang kuharap kembali kepadaku. Mengapa pula teman-temannya harus ikut ?
Dan mengapa pula ia kenalkan aku sebagai temannya ke temannya ? Meski aku bukan
pacarnya sekarang, tapi aku pernah menjadi pacarnya. Tidakkah lebih baik
baginya mengenalkanku sebagai pacarnya di masa lalu. Akan lebih baik tanpa ada
masa lalu yang akan memberikanku kode kebahagiaan.
“Mau nyanyi bareng Apa Kata Dunia-nya
melly and Deddy ?”
Aku bengong. Seumur hidupku anak ini
adalah orang teraneh yang pernah aku kenal. Bagaimana bisa ia mengajak wanita
yang jelas-jelas sedang bermodus ria ke temannya untuk menyanyikan lagu cinta
bareng ? Oh baiklah, dia tidak tahu aku mantan si sialan. Yang dia tahu aku
teman si sialan.
“Hahahaha”.
“Oke doku, gue play ya sekarang”
What the hell is going on ? Gue
barusan ketawa nolak dan dia justru malah nyodorin mic ke gue ?
Whaaaaaaaaaaaaaaat ? Whaaaaaaaaaaaaaaaaaaat ?
Dengan segala ke what-whatan yang ada
di kepala gue, si dia yang juga terus terbang-terbang di otak gue yang
nyoel-nyoel saraf-saraf neuron gue justru ketawa ! Dia ketawa ngeliat gue
dipaksa nyanyi sama cowok lain ! Dia yang dulu bakal marah cuma karena gue
nyebut nama mamang bakso depan rumah ? Whaaaaaaaaaaaaaaaaat !!!!
Dengan segala ke what-whatan tadi,
gue menyanyikan segala lagu yang direkomendasikan sama Fabian dengan membara.
Dan sambil nyanyi gue sambil nyusun kepingan-kepingan puzzle masa lalu gue. Seluruh
hal emang berubah. Dia jelas mencintai aku (balik ke aku karena lagi mellow
marshmellow) di masa lalu, tapi engga sekarang. Aku jelas salah di masa lalu
dan udah menderita dengan bermodus ria-derita dengan si sialan sekarang. Kita
udah impas. Dan gimana pun, apa yang ada di masa lalu uda ga bisa aku balikin
lagi. Udah berlalu, dan berada jauh. Dia yang sekarang bukan dia yang dulu.
Sedangkan dia yang aku cintai adalah dia yang dulu cinta sama aku dan bukan dia
yang sekarang benci sama aku.
“HAHAHAHAHA”, gue ketawa sarkas
menggelegar karena sambil megang mic.
“Eh sorry, aku balik duluan aja deh
ya, kamu terusin aja sama temen-temen kamu.”, kataku sambil tersenyum manis
sama dia yang sekarang benci sama aku.
“Gue anter ya, ga baik cewek balik
sendiri.”, Fabian, cowok teraneh yang justru menawarkan diri mengantarkan aku
pulang.
Ya semuanya udah berubah, saatnya
membuka cinta yang baru, mungkin ?
~BERSAMBUNG~