Sabtu, 27 September 2014

“Kira-kira apa hal yang paling menyedihkan di dunia ini ?”
Saya mencoba untuk menjawab pertanyaan di atas. Setelah saya renungkan untuk beberapa sekian detik, atau menit mungkin, hal yang paling menyedihkan bukanlah disaat sedang merasa layaknya manusia paling kesepian di dunia, bukan juga masa lalu yang begitu menyakitkan, atau bahkan masa sekarang yang bahkan sulit untuk dijalani, tapi perasaan, hati, fisik, dan jiwa yang tidak bersyukur kepada Sang Pencipta, Sang Maha Punya. Seringkali kita lupa bahwa hanya dengan mengingat Allah SWT hati menjadi tentram. Layaknya lagu Aa Gym yang baru-baru ini baru saya yakini kebenarannya karena telah terbukti secara empiris berdasarkan pengalaman yang saya alami beberapa tahun belakangan.
“Bila hati kian bersih, pikiran pun akan jernih, semangat hidup nan gigih, prestasi mudah diraih. Namun bila hati keruh, hatipun kian gemuruh, dengan Allah kita jauh, jadi makhluk terkutuk”
Kira-kira begitulah lirik lagu (maaf bila salah, saya memiliki kebiasaan untuk mengubah lirik lagu dan mengingat yang telah saya rubah) yang telah saya alami. Sewaktu kali pertama mendengar lagu ini, yakni ketika saya masih merupakan ‘anak sekolahan’, saya tidak terlalu peduli dengan artinya. Layaknya seorang pencinta yang akan bisa meresapi lagu-lagu cinta dengan lebih seksama, atau pembenci yang merasakan dukungan dari lagu mendendam, saya merasakan sangat merasakan lagu ini. Bila saya renungkan, di masa lalu saya tidak pernah benar-benar merasa memiliki hati yang bergemuruh. Kehidupan saya waktu sekolah memang tidak berbeda jauh dengan kehidupan remaja lainnya, labil dan penuh ketidakpuasan. Tapi meskipun begitu, saya tidak pernah merasa hati saya bergemuruh. Itu karena saya masih tinggal dengan kedua orang tua yang selalu mengingatkan saya untuk shalat dan melakukan ritual agama lainnya agar tidak jauh dari ajaran agama. Setelah melalui kehidupan ‘indekos’, saya mulai merasakan apa yang dinamakan dengan ‘pencarian jati diri’. Lucu sebenarnya. Sewaktu SMA, teman saya yang bernama Ical, yang telah lebih dulu merantau ke Bandung, menyatakan bahwa ia sedang melakukan pencarian jati diri. Saat itu saya mengejeknya dan berpikir bahwa dia terlalu berlebihan. Tapi justru itu yang saya rasakan saat ini. Ya, merantau adalah perubahan. Atau mungkin justru pengalaman adalah perubahan. Atau layaknya pemikiran Faucault, pengetahuan menciptakan perubahan.

Entah karena merantau, pengalaman, pengetahuan, atau bahkan akumulasi dari tiga hal ini yang merubah diri saya dan menyadarkan diri ini akan banyak hal. Yang pasti adalah hal ini telah mengingatkan saya untuk selalu senantiasa bersyukur kepada Allah SWT atas segala nikmat yang telah Allah SWT berikan kepada saya. Bukan karena saya adalah seorang yang shalehah, tapi karena saya membutuhkan Allah SWT, karena hanya dengan bersyukur, hanya dengan mengingat Allah SWT, saya dapat melarikan diri sejauh-jauhnya dari hal yang paling menyedihkan di dunia.

putrinuril . 2017 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template | Free Blogger Templates