Sabtu, 27 September 2014

Stefen Zweig : The Living Thoughts of Tolstoy
Translation of the introductory Essay by Barrow Mussey.
The selections are from Tolstoi’s works translated by Nathan Haskell Dole, published by T. Y. Crowell Company, New York, 1899.
First premier printing, December 1960
Fawcett World Library, 67 West 44th Street, New York 36, New York. USA.

            Leo Tolstoy merupakan pemikir dan penulis yang dianggap memiliki pengaruh besar terhadap terciptanya Uni Soviet. Leo Tolstoy merupakan seseorang yang kaya dan dipandang terhormat di masanya. Akan tetapi, di masa tuanya, ia mulai menyadari berbagai hal buruk yang ia lakukan, ia mulai mencari Tuhan ! Pencariannya ini ia tulis dalam bukunya, My Confession. Disini, ia menyadari bahwa ia telah melakukan banyak kesalahan di masa hidupnya, bahwa ia sekarang merasa tidak hidup. Ia mulai mempertanyakan pertanyaan filosofis seperti untuk apa aku hidup dan mengapa ? Disini, Tolstoy mulai mencari Tuhan dan menemukan kenyamanan di agama Kristen ortodoks. Selanjutnya Tolstoy menulis The Kingdom of God yang merupakan kritik pedas terhadap zamannya. Tulisan-tulisan Tolstoy tidak berhenti sampai disini, selanjutnya ia menulis War and Peace, Nicholas Bigstick, Three Parables, King Asshardon, dan What Men Live By.
            Pada dasarnya, pemikiran Tolstoy terpusat kepada ajaran Kristen ortodoks yang mengajarkan untuk berbuat baik terhadap sesama, melawan kejahatan dengan kebaikan dan bukannya melawan kejahatan dengan kejahatan. Gandhi adalah salah seorang yang berhasil menerapkan ajaran Tolstoy ketika Tolstoy sendiri di akhir hayatnya mengakui bahwa ia tidak dapat melakukan doktrinnya sendiri. Menurut saya, apa yang diajarkan oleh Tolstoy memang sangat radikal. Pertama kali saya membaca buku ini, saya berpikir bahwa Tolstoy terlalu utopia, pemimpi ulung. Salah satu pemikiran Tolstoy yang membuat saya frustasi adalah seruannya untuk tidak menggunakan barang industry melainkan dengan membuat sendiri segala sesuatunya. Tapi semakin saya membaca tulisannya, semakin saya terkesima akan kebenaran pemikirannya, meski saya harus akui bahwa itu sulit layaknya dalam tulisan Three Parables yang menggambarkan bagaimana orang yang mengatakan kebenaran justru dicaci dan disiksa. Saya mengamini King Asshardon, dimana Tolstoy menyatakan bahwa manusia pada dasarnya adalah satu, meski saya melihatnya dari sudut pandang yang sedikit berbeda. Dalam King Asshardon, Tolstoy menggambarkan bahwa apa yang kita lakukan pada orang lain sebenarnya kita lakukan terhadap diri kita sendiri, karena manusia adalah satu. Saya melihat bahwa apa yang kita lakukan kepada orang lain sebenarnya kita lakukan kepada diri kita sendiri karena Allah SWT memberikan kita dosa dan pahala sebagai balasan dari tindakan apa pun yang kita lakukan dan tidak kita lakukan.

Permasalahan mendasar dari pemikiran Tolstoy adalah sulitnya menerapkan hal ini, terlebih secara pasif (hal yang menurut saya kurang tepat untuk beberapa kondisi). Tolstoy menyerukan untuk memperlakukan orang lain dengan setara, tanpa kelas, dengan keadilan yang merata. Tolstoy melawan ketidakadilan. Namun, layaknya ia yang baru menemukan pemikiran ini di masa senjanya, ada begitu banyak manusia yang tidak mau untuk melakukan hal seperti ini karena terlalu nyaman dengan situasi baik yang ada pada dirinya. Tentu saja yang mendukung pemikiran Tolstoy adalah kaum papah yang miskin, yang akan diuntungkan dengan berlakunya pemikiran dan ajakan Tolstoy, atau kaum intelektual yang menyadari akan hal ini. Tapi permasalahan terbesar adalah ajaran Tolstoy bersifat pasif yang berarti memerlukan pencerdasan menyeluruh terhadap masyarakat untuk menerapkan pemikiran Tolstoy. Disini, tidak hanya memerlukan waktu yang sangat lama tapi juga hampir-hampir mustahil karena pencerdasan menyeluruh akan dihalangi oleh system yang ada dan keputusasaan karena waktu yang lama dari proses ini. 

putrinuril . 2017 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template | Free Blogger Templates