Kamis, 29 Januari 2015

Beberapa detik atau mungkin telah bergantii menit yang lalu saya menemukan puisi yang dibuat oleh Rio Jones yang direpost oleh instagram. Ketika melihat puisi itu, saya langsung merasa menggebu. Saya dengan polosnya baru menyadari betapa saya menyukai puisi.

Bila saya ingat lagi, ada begitu banyak puisi di dalam hidup saya. Puisi-puisi yang saya ingat adalah puisi-puisi karya Chairil Anwar seperti Aku dan Kerawang Bekasi yang selalu ada di buku Bahasa Indonesi semasa Sekolah Dasar.

Sewaktu saya SD, saya memiliki teman yang sangat piawai membawa puisi. Desi Wulandari namanya. Ia tinggal tak jauh dari rumah saya dan saya dapat dengan bangga menyatakan bahwa ia adalah salah satu teman dekat saya. Hal yang paling saya ingat tentang puisi semasa SD adalah ketika saya mengikuti lomba puisi sekecamatan (ketika itu saya membacakan puisi karya Chairil Anwar dengan judul Kerawang Bekasi) dan ketika Desi membacakan puisi di saat perpisahan sekolah.

Waktu itu, dapat saya ingat dengan jelas Desi membacakan puisi tentang Guru dan ia menangis ketika membacakan puisi itu di panggung. Yang saya maksud dengan menangis adalah benar-benar menangis, layaknya saya yang menangis ketika ayuk saya tidak mau memasakkan indomie goreng atau ketika telur setengah matang favorit yang sengaja saya sisakan terakhir justru dilahap oleh kakak saya. Ketika Desi selesai membaca puisi (dengan menangis tersedu), teman-teman saya yang lain ikut menangis dan mereka berpelukan. Ketika itu saya benar-benar tidak mengerti mengapa mereka menangis dan dengan lancang menyatakan kalimat yang tidak pantas. Saya lupa apa tepatnya, mungkin saya mengatakan mereka "lebay", dan dibalas oleh Riza bahwa saya tidak punya perasaan. Hahahaha.

Jujur saja mungkin Riza benar. Saya mungkin memang tidak punya perasaan karena disaat itu saya benar-benar tidak mengerti mengapa mereka menangis. Saya tidak terlalu menyukai masa SD saya dan bagi diri saya pribadi, keluar dari SD itu merupakan berkah yang teramat besar dan saya bahagia karena saya bisa membuka lembaran hidup yang baru di SMP.

Kecintaan saya akan puisi belum tumbuh saat itu hingga sampai suatu saat saya mengenal Vozu Narapati. Well, harus saya akui bahwa saya lupa tepatnya kapan saya mulai menyukai dan mengagumi puisi-puisi yang ia buat. Mungkin waktu kelas 3 SMA ? Saya tidak terlalu yakin. Yang saya tahu, saya benar-benar menyukai puisi-puisi yang ia buat, dan tidak lupa saya sering mengomentari puisi-puisi yang ia buat. Waktu itu dapat dikatakan bahwa saya adalah fan yang selalu menunggu ia memposting puisi.

Tapi semasa itu saya baru memulai kecintaan saya pada puisi. Saya belum memulai untuk menuliskan puisi saya sendiri. Hingga pada suatu hari, sebelum hari ulang tahun saya yang agak menyedihkan, abi saya memberikan saya uang sebesar 300 ribu atau 500 ribu (saya lupa) sebagai hadiah ulang tahun. Kala itu saya membeli buku yang banyak untuk saya baca, dan di antaranya adalah kumpulan puisi yang ditulis oleh Ronggowarsito yang digelar sebagai pujangga terakhir Jawa. Disini, saya benar-benar terpukau dengan karya beliau yang pada akhirnya sangat mempengaruhi gaya saya dalam menulis puisi.

Puisi yang saya buat sangat dipengaruhi dengan keadaan saya yang kala itu patah hati dengan mantan saya (ahahahaha) dan jatuh hati dengan seseorang dengan sangat cepatnya. Ya begitulah, saya mulai menulis ketika saya patah hati dan jatuh cinta. Bukankah cinta memang yang menggerakkan tangan para pujangga untuk menulis ? (ahay)

Meskipun puisi pertama yang saya ciptakan berkaitan dengan jatuh cinta dan patah hati, tidak akan ada yang mengalahkan keproduktifan saya dalam membuat karya sastra di saat KKN. Di saat KKN, karena saya berteman baik dengan dua orang anak sastra bahasa Indonesia, saya menjadi lebih produktif lagi. Saya mencurahkan perasaan saya yang begitu kayanya selama KKN ke dalam puisi-puisi yang saya buat. Begitulah, tidak akan ada yang dapat mengalahkan lingkungan dalam mempengaruhi kelakuan seseorang.

Hal yang saya paling ingat mengenai puisi adalah disaat umi saya membicarakan puisi dengan saya. Saya ingat dengan jelas, kala itu kami duduk di tangga dan umi saya memulai ceritanya mengenai puisi dan seseorang yang penting dalam hidup kami. Puisi ini berjudul 'MENYESAL' karya A.Hasjim. Saya yakin anak 90-an mengenal dengan baik puisi ini karena selalu ada di dalam buku bahasa Indonesia kita saat SD. Umi saya adalah seorang guru SD, dan kala itu beliau mengajarkan mengenai puisi ini ke murid-murid beliau. Saya tidak akan pernah melupakan ekspresi ibunda saya yang penuh makna ketika bercerita mengenai hal ini. Betapa tidak dapat tergambarkan dengan kata-kata perasaan saya kala melihatnya.

Saya mencintai puisi. Dan saya menikmati saat-saat saya membaca dan menulisnya. Saya terherankan dengan betapa puisi memiliki sejarah yang panjang di dalam hidupku. Dan betapa seluruh kejadian, entah itu baik atau buruk, menyenangkan atau menyakitkan, tetap merupakan kenangan yang memperkaya diriku.

putrinuril . 2017 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template | Free Blogger Templates